MEMPERSIAPKAN KHOTBAH : EKSEGESIS VS EISEGESIS


Eksegesis dan Eisegesis adalah dua pendekatan yang bertolak belakang dalam mempelajari Alkitab. Eksegesis adalah eksposisi/ pengungkapan/ penjelasan dari sebuah teks berdasarkan analisa-analisa yang seksama dan obyektif. Kata eksegesis secara harfiah bermakna “menuntun/ menarik keluar dari.” Maksudnya bahwa si penafsir menuntun kesimpulan-kesimpulannya dari teks Alkitab.

Lawan dari  pendekatan terhadap  Alkitab ini adalah eisegesis, dimana menafsir sebuah ayat Kitab Suci berdasarkan pada sebuah pembacaan subyektif dan tanpa analisa. Kata eisegesis secara hurufiah berarti “menuntun masuk kedalam,” yang bermakna bahwa penafsir menyuntikan/memasukan ide-idenya sendiri kedalam teks, menjadikan teks tersebut bermakna sesuai apapun yang dia inginkan.

Jelas disini hanya eksegesis yang berlaku adil terhadap teks. Eisegesis adalah sebuah kesalahan dalam menangani teks dan sering menuntun kepada sebuah  kesalahan penafsiran. 

Eksegesis : dikaitkan dengan  menemukan kebenaran makna dari sebuah teks, dengan memperhatikan seksama tata bahasa, hubungan kata, dan latar belakang. 

Eisegesis : hanya dikaitkan dengan membuat sebuah poin/maksud, bahkan dengan mengorbankan makna dari kata-kata.

2 Timotius 2:15 memerintahkan kita untuk menggunakan  metoda eksegesis :

”Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu.”

Pada Alkitab versi lain, akan lebih jelas terlihat, contoh:

versi Amplified :” Study and be eager and do your utmost to present yourself to God approved (tested by trial), a workman who has no cause to be ashamed, correctly analyzing and accurately dividing [rightly handling and skillfully teaching] the Word of Truth” atau

versi  NIV :” Do your best to present yourself to God as one approved, a worker who does not need to be ashamed and who correctly handles the word of truth” atau

versi KJV :” Study to shew thyself approved unto God, a workman that needeth not to be ashamed, rightly dividing the word of truth.”

Seorang yang mempelajari Alkitab dengan jujur dan sungguh sungguh akan melakukan eksegesis, orang itu akan mengijinkankan teks untuk berbicara bagi dirinya sendiri. Namun eisegesis dengan mudah membawa kepada kesalahan, sebab penafsir akan berupaya untuk menyatukan teks dengan  ide-ide yang ada didalam pikirannya. 

“Eksegesis memungkinkan kita untuk bersepakat dengan Alkitab; sementara eisegesis berupaya untuk memaksa Alkitab untuk bersepakat dengan kita.”


Proses eksegesis meliputi

1.    Obeservasi       : Apakah yang sedang dikatakan nas firman?
2.    Penafsiran        : Apakah makna nas firman itu?
3.    Korelasi          : Bagaimana nas firman tersebut berkaitan dengan bagian  bagian lain dalam Alkitab?
4.    Aplikasi             : Bagaimana seharusnya nas firman tersebut mempengaruhi hidupku?

Proses eisegesis disisi lain, melibatkan

1.    Imajinasi        : Ide apakah yang hendak aku sampaikan?
2.    Eksplorasi     : Nas kitab suci apakah yang terlihat sesuai dengan ideku? Dan
3.    Aplikasi          : Apakah makna dari ideku itu?

Perhatikan bahwa eisegesis tidak melakukan penelitian dan perenungan atas setiap kata dari teks atau hubungannya terhadap satu sama lain, tidak ada usaha untuk men cross-check dengan nas-nas terkait, dan tidak ada keinginan yang sungguh-sungguh untuk memahami makna yang sebenarnya.

Contoh dari kedua pendekataan dalam menafsirkan sebuah ayat :

2 Tawarikh 27:1-2
“Yotam berumur dua puluh lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan enam belas tahun lamanya …Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Uzia, ayahnya, hanya ia tidak memasuki Bait TUHAN. “


EISEGESIS

Pertama, penafsir akan menentukan sebuah topik. 

-         Hari ini , topiknya “Pentingnya  Kehadiran di Gereja.”
-     Pengkhotbah membaca 2  Tawarikh 27:1-2 dan melihat bahwa Raja Yotam adalah seorang  raja yang baik, persis seperti ayahnya Uzia, kecuali untuk satu hal: dia tidak pergi ke Bait Allah! (Ayat ini kelihatannya cocok dengan idenya, jadi dia menggunakannya.)
- Pengaruh pada khotbahnya adalah berhubungan dengan perlunya untuk hanya meneruskan nilai-nilai yang baik dari satu  generasi ke generasi selanjutnya. Hanya karena Raja Uzia pergi ke bait suci setiap minggu tidak berarti bahwa anaknya akan melanjutkan pergi ke bait suci. Dalam hal yang sama, banyak anak muda hari ini secara  tragis mengabaikan didikan orang tua dan kehadiran gereja merosot.
-   Khotbah berakhir dengan sebuah pertanyaan:”Berapa banyak berkat yang  gagal diterima Yotam, hanya karena dia mengabaikan untuk ke gereja?”

Sah sah saja dan tidak ada yang salah dengan mengkhotbahkan mengenai hadir beribadah di gereja. Dan dari pembacaan sepintas pada 2 Tawarikh 27:1-2 nampaknya mendukung bahwa nas ini  sebagai sebuah ilustrasi yang tepat! 

Akan tetapi, pengertian diatas salah total. Karena Yotam tidak pergi ke bait suci bukanlah hal yang salah; faktanya, tindakan itu sangat baik, sebagaimana pendekatan yang tepat terhadap nas ini akan memperlihatkannya.


EKSEGESIS

Pertama, penafsir akan membaca ayat firman tadi, 

-     Untuk memiliki pemahaman utuh atas konteksnya, dia membaca sejarah, baik tentang Uzia maupun Yotam ( 2 Tawarikh 26-27; 2 Raja-Raja 15:1-6, 32-38).
-      Dalam observasinya, dia menemukan bahwa Raja Uzia adalah seorang  raja yang baik, namun dia mengabaikan TUHAN ketika dia pergi ke bait suci dan mempersembahkan dupa di altar—sesuatu yang  hanya  seorang imam yang memiliki hak untuk melakukannya ( 2 Tawarikh 26:16-20).
-     Kesombongan Uzia dan pencemarannya atas bait suci berakibat dia ditimpa penyakit “lepra hingga hari kematianya” ( 2 Tawarikh 26:21).
-       Perlu diketahui  kenapa Uzia menghabiskan sisa waktu hidunya dalam pengasingan,
-       Penafsir mempelajari  Imamat 13:46 dan melakukan  beberapa penelitian pada penyakit Lepra. Kemudian dia memperbandingkan penggunaan penyakit itu sebagai sebuah penghukuman dalam nas-nas lainnya, seperti 2 Raja-Raja 5:27; 2 Tawarikh 16:12; dan 21:12-15.

Pada saat ini, si penafsir akan memahami sesuatu yang  penting : 

-   ketika ayat berkata Yotam “tidak pergi ke Bait TUHAN,” hal ini bermakna dia tidak mengulangi kesalahan ayahnya. Uzia secara sombong telah melangkahi jabatan imam; Yotam lebih patuh.

Hasil khotbah dapat menjadi berhubungan dengan displin yang dilakukan TUHAN terhadap anak-anakNya, kepatuhan total membawa berkat, atau kita perlu belajar dari kesalahan yang terjadi di masa lalu ketimbang mengulanginya.

Tentu saja, Eksegesis membutuhkan waktu yang lebih banyak dan lebih tekun daripada eisegesis. Tetapi jika kita mau menjadi orang yang layak di hadapan Allah sebagai seorang hamba yang tidak usah malu,”yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu,” maka kita harus mau mengambil waktu dalam setiap pembacaan Alkitab kita untuk mempelajari, merenungkan dan memahami secara benar teks teks yang ada dalam Alkitab. 

Dari situlah awal kita menghargai TUHAN melalui mempelajari firman-Nya dengan tekun dalam mempersiapkan setiap Khotbah dengan mempelajari dengan serius dan dituntun oleh Roh Kudus.


-COFFEE_Hipster's-

Komentar

  1. Terima kasih untuk pengertian yang baik dan sangat membantu saya sebagai orang awan dalam mempersiapkan khotbah yang lebih baik berkenan kepada Tuhan.,Tuhan Yesus memberkati,.Syalom

    BalasHapus
  2. Terima kasih ,sangat tertolong dgn belajar mandiri

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Homiletika 1

TUHAN dan "pemulung"